Jumat, 06 April 2012

Hubungan Perkembangan Motorik terhadap Penjas

Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan terpilih yang direncanakan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Pendidikan sebagai suatu proses pembinaan manusia yang berlangsung seumur hidup, pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan yang diajarkan di sekolah memiliki peranan sangat penting, yaitu melatih perkembangan motorik dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat langsung dalam berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan yang terpilih yang dilakukan secara sistematis. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik, sekaligus membentuk pola hidup sehat dan bugar sepanjang hayat.


A. Pengertian Perkembangan Motorik dan Pengaruhnya

Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam perkembangan individu secara keseluruhan. Beberapa pengaruh perkembangan motorik terhadap konstelasi perkembangan individu dipaparkan oleh Hurlock (1996) sebagai berikut: 
Melalui keterampilan motorik, anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh perasaan senang. Seperti anak merasa senang dengan memiliki keterampilan memainkan boneka, melempar dan menangkap bola atau memainkan alat-alat mainan. 
Melalui keterampilan motorik, anak dapat beranjak dari kondisi tidak berdaya pada bulan-bulan pertama dalam kehidupannya, ke kondisi yang independent. Anak dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya dan dapat berbuat sendiri untuk dirinya. Kondisi ini akan menunjang perkembangan rasa percaya diri. 
Melalui perkembangan motorik, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekolah. Pada usia prasekolah atau usia kelas-kelas awal Sekolah Dasar, anak sudah dapat dilatih menulis, menggambar, melukis, dan baris-berbaris. 
Melalui perkembangan motorik yang normal memungkinkan anak dapat bermain atau bergaul dengan teman sebayannya, sedangkan yang tidak normal akan menghambat anak untuk dapat bergaul dengan teman sebayanya bahkan dia akan terkucilkankan atau menjadi anak yang fringer (terpinggirkan) 

B. Hubungan Aplikasi Perkembangan Motorik pada Penjas

Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan keseluruhan untuk dalam pendidikan sendiri Pendidikan jasmani tidak dapat dianggap sebagi suatu hal yang tidak penting karena pada dasarnya seorang anak yang telah diajarkan penjas memiliki perkembangan motorik yang lebih optimal karena mereka yang mengenal penjas lebih mengerti akan bagimana cara mengolah tubuh dan mengembangkan diri dengan Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih serta dapat Meningkatkan pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik.

Menurut dr. Karel A.L. Staa, M.D olah raga memberi manfaat bagi perkembangan motorik anak. Selain untuk perkembangan fisiknya, olahraga juga amat baik untuk perkembangan otak serta psikologis anak.

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan perkembangan motorika anak ialah. 
Mengikutkan anak pada kelompok olahraga akan meningkatkan kesehatan fisik, psikologis serta psikososialnya. Anak menjadi senang mendapat stimulasi kreativitas yang baik untuk perkembangannya. 
Memberikan keterampilan fisik yang dibutuhkan anak untuk kegiatan serta aktifitas olah raga bisa dipelajari dan dilatih di masa-masa awal perkembangan dan tujuan pendidikan fisik untuk anak-anak yang masih kecil adalah untuk mengembangkan keterampilan dan ketertarikan fisik jangka panjang (CRI, 1997). 
Kegiatan olahraga di luar ruangan bisa menjadi pilihan yang terbaik karena dapat menstimulasi perkembangan otot (CRI, 1997) 

Selain berbagai kegiatan jasmani diatas ,ada hal lain yang dapat mempengaruhi perkembangan motorik anak adalah gizi anak. Banyak penelitian yang menerangkan tentang pengaruh gizi terhadap kecerdasan serta perkembangan motorik kasar. Levitsky dan Strupp pada penelitiannya terhadap tikus mengungkapkan bahwa kurang gizi menyebabkan functional isolationism ‘isolasi diri’ yaitu mempertahankan untuk tidak mengeluarkan energi yang banyak (conserve energy) dengan mengurangi kegiatan interaksi sosial, aktivitas, perilaku eksploratori, perhatian, dan motivasi. Aplikasi teori ini kepada manusia adalah bahwa pada keadaan kurang energi dan potein (KEP), anak menjadi tidak aktif, apatis, pasif, dan tidak mampu berkonsentrasi. Akibatnya, anak dalam melakukan kegiatan eksplorasi lingkungan fisik di sekitarnya hanya mampu sebentar saja dibandingkan dengan anak yang gizinya baik, yang mampu melakukannya dalam waktu yang lebih lama. Model functional isolationism yang dilukiskan ini sama dengan teori sebelumnya bahwa aspek-aspek essensial dan universal untuk perkembangan kognitif ditekan oleh mekanisme penurunan aktivitas pada keadaan kurang gizi.

C. Teknik Latihan Perkembangan Gerak

Semua pembelajaran memerlukan beberapa bentuk latihan. Konsep dari keterampilan sendiri sudah didasarkan pada asumsi bahwa latihan mendahului penguasaan tugas. Latihan keterampilan gerak dapat terjadi pada waktu yang berbeda dan tempat, di bawah kondisi yang berbeda-beda. Kadang-kadang latihan dapat terjadi hampir tidak disengaja, tetapi kadang latihan juga benar-benar direncanakan secara matang. Namun secara umum, bentuk latihan dapat dibedakan antara latihan yang berbentuk latihan motorik dan fisik (physical rehearsal) serta latihan yang berbentuk latihan mental (mental rehearsal).

1. Teknik Latihan Fisik dan Motorik

Siapapun menyatakan bahwa practice makes perfect mengetahui bahwa penguasaan keterampilan memerlukan pengulangan. Akan tetapi, pengulangan sendiri tidak menjamin meningkatnya penguasaan keterampilan tetapi hanya memperkuat pembentukan perilaku permanen. Oleh karena itu, di jaman mutakhir ini, adagium lama tersebut akan lebih tepat berbunyi latihan yang dirancang efektif membuat sempurna (Effectively designed practice makes perfect). Dalam bagian ini akan di bahas beberapa teknik latihan fisik, di antaranya latihan simulator dan latihan gerak lamban.

• Latihan Simulator 

Simulator adalah alat latihan yang meniru keadaan tertentu dari tugas yang menyerupai gerak sebenarnya. Simulator sering berupa alat yang rumit, canggih, dan mahal, seperti alat yang digunakan untuk melatih pilot. Tetapi simulator juga tidak selalu rumit. Banyak perlengkapan yang malahan dapat dibuat sendiri oleh guru atau pelatih, sebagai alat bantu tambahan. Simulator dapat menjadi bagian penting dari program pengajaran, terutama ketika tugas gerak yang dipelajari berbiaya mahal dan berbahaya (misalnya belajar menerbangkan pesawat tempur), ketika ketersediaan fasilitas amat terbatas (misalnya memasukkan bola ke green di lapangan golf), atau ketika latihan yang normal tidak memungkinkan (misalnya ketika pitcher softball sudah kelelahan, mesin pitching dapat digunakan untuk latihan memukul).

• Latihan Gerakan Lamban 

Satu metode untuk menyederhanakan latihan dari keterampilan target adalah latihan gerakan lamban. Pertanyaan penting untuk ditanyakan di sini adalah apakah versi gerakan lamban dari keterampilan target benar-benar sama dengan versi kecepatan normal? Tentu saja, kekhususan dari gagasan pembelajaran akan menyatakan bahwa gerakan lamban anat berbeda jauh dengan versi kecepatan normal. Akan tetapi, dari perspektif program gerak yang digeneralisasi, latihan gerakan lamban akan menghasilkan beberapa manfaat. Satu parameter dari program gerak yang digeneralisasi adalah kecepatan umum, nilai yang dapat divariasikan oleh pelaku bergantung pada seberapa lamban dan cepat mereka memutuskan untuk melakukan pola geraknya. Jika pelaku memperlambat gerakannya sedikit, mereka akan menggunakan program gerakan yang digeneralisasi seperti ketika mereka melakukannya untuk kecepatan yang lebih tinggi. Latihan gerakan lamban karenanya tetap bermanfaat pada latihan di tahap-tahap awal pembelajaran. Dengan melatih gerakan lamban, mereka harus dapat mengontrol gerakan mereka secara lebih efektif, sehingga mengurangi kesalahan dalam pola gerak fundamentalnya.

Namun demikian, guru perlu berhati-hati dalam menyarankan gerakan lamban ini agar tidak terlalu lamban. Jika pelaku memperlambat gerakannya terlalu banyak (misalnya, gerakan melempar yang berlangsung sampai 20 ms), pelaku sebenarnya mengubah dinamika esensial dari gerakannya. Jika pelaku terbiasa dengan gerakan lamban, mereka akan mengabaikan penggunaan program kecepatan normal. 

2. Teknik Latihan Mental (Mental Rehearsal) 

Dalam khasanah pembelajaran gerak, kini muncul kesadaran bahwa upaya penguasaan keterampilan tidak hanya difokuskan pada pembelajaran geraknya saja, melainkan disadari perlunya menyisihkan waktu untuk latihan mental (mental rehearsal). Latihan mental adalah proses latihan dengan cara memikirkan atau membayangkan secara mental aspek tertentu dari keterampilan yang sedang dipelajari, tanpa terlibat dalam segala macam gerak sesungguhnya. Dalam khasanah pelatihan kita, praktek pelatihan mental sering juga disebut latihan nir-gerak atau nir-motorik. Pertanyaan yang muncul adalah, benarkah latihan mental dapat menyumbang pada pembelajarn gerak? Hingga beberapa tahun lalu, para ilmuwan dalam wilayah pembelajaran gerak masih meragukan bahwa penguasaan keterampilan dapat ditingkatkan melalui latihan mental. Pemahaman mereka tentang latihan dan pembelajaran terfokus pada kepercayaan bahwa aksi fisikal yang nyata adalah factor yang esensial dalam pembelajaran gerak. Sulit dipahami oleh para ahli bahwa pembelajaran dapat terjadi jika tidak ada gerakan aktual di dalamnya, terlibatnya anak dalam praktik yang aktif, atau hadirnya umpan balik yang dihasilkan dari gerakan (movement-produced feedback) yang memberi tanda adanya kesalahan.

Bukti-bukti yang melimpah dan pengalaman langsung dari para pelatih barangkali telah menjelaskan bahwa latihan fisik atau gerak sifatnya lebih superior daripada latihan mental ketika menjalankan pembelajaran keterampilan gerak. Akan tetapi, dalam beberapa hal, latihan mental telah menghasilkan hasil hampir sebaik dari latihan motorik sendiri, terutama jika dijadikan porsi pelengkap dari latihan gerak dan latihan fisik. Apalagi sifatnya yang sangat fleksibel, bahkan ketika para atlet sedang cedera sekalipun di mana latihan teknik dan fisik sedang tidak mungkin dilakukan. Selama latihan mental, anak atau atlet dapat diingatkan kepada aspek prosedural atau aspek simbolik dari keterampilan (misalnya, urutan langkah dalam rangkaian dansa atau gerakan stroke dalam permainan raket), sehingga ini disebut praktik mental (mental practice), atau mereka membayangkan dirinya seperti benar-benar sedang memenangkan pertandingan, yang kadang disebut secara khusus sebagai pembayangan mental (mental imagery). Kita akan coba membahas kedua bentuk latihan tersebut di bagian berikutnya. 

• Praktik Mental 

Teori awal dari latihan mental dirumuskan oleh Sackett (1934), yang mengusulkan bahwa jenis latihan nir-gerak ini memudahkan pembentukan elemen simbolik dari keterampilan. Misalnya, seorang perenang pemula dapat mengingatkan gerakan menarik dan gerak memasukkan tangan sebagai bagian dari gerakan lengannya. Elemen kognitif ini awalnya hanya dianggap penting selama masa-masa awal tahapan pembelajaran (dikenal dengan tahap verbal-cognitive stage). Akan tetapi ketika Feltz dan Landers (1983) melakukan review pada berbagai literatur (penelitian literatur), mereka menemukan bahwa tanpa memperhatikan tahapan keterampilan pelaku, praktik mental ternyata lebih efektif untuk tugas-tugas yang berisi banyak komponen simbolik kognitif. Hal ini menjadi masuk akal manakala kita mempertimbangkan jenis aktivitas mental yang berlangsung ketika orang memikirkan tentang memproduksi gerakan yang efektif. Terutama strategi, fokus gerakan, dan informasi pengajaran umum, semuanya merupakan bagian dari kategori ‗elemen simbolik kognitif‘ dari keterampilan. Dan semuanya akan menjadi hal yang dapat dilakukan oleh semua anak untuk dipraktekkan secara mental tanpa kesulitan. 

Praktek mental dari elemen kognitif, simbolik dan prosedural dari suatu tugas tidak memerlukan alat apapun dan memungkinkan sekelompok besar anak untuk terlibat dalam waktu yang bersamaan. Terdapat bukti yang mencukupi bahwa untuk atlet yang belum berpengalaman, mengganti-ganti antara praktik mental dengan praktik gerak merupakan strategi efektif untuk meningkatkan penampilan gerak. Guru atau pelatih yang cerdas akan dapat menemukan cara untuk mengkombinasikan kedua jenis latihan tersebut untuk menambah peningkatan penampilan yang maksimal. 

• Pembayangan Mental 

Jenis khusus dari latihan mental sering disebut sebagai pembayangan mental (mental imagery). Selama pembayangan mental, anak atau atlet berusaha untuk melihat dan merasakan dirinya seperti benar-benar sedang melakukan keterampilan. Pembayangan dapat terjadi dalam bentuk perspektif internal (cara gerakan dan lingkungan gerak dialami langsung ketika atlet beraksi di lapangan) atau dalam bentuk perspektif eksternal (cara gerakan yang divideokan dan diputar ulang untuk dilihat anak atau atlet yang bersangkutan). Perspektif mana yang bekerja baik akan sangat bergantung pada jenis keterampilan yang dipelajari, meskipun jenlas pula bahwa hal itu juga bergantung pada pilihan pribadi si atlet. Misalnya, atlet yang membayangkan tembakan lemparan bebas dalam baske dapat mengambil manfaat dari perspektif internal, dan seorang peloncat indah atau pesenam dapat mengambil manfaat dari perspektif eksternal, terutama jika dirinya membayangkan sebuah salto yang sulit. Pembayangan yang paling efektif, tanpa melihat perspektif mana yang dipakai, adalah yang menstimulasi baik penglihatan maupun perasaan (kadang termasuk suara dan penciuman) dari gerakan aktualnya.

Dukungan yang sangat awal tentang hubungan antara pikiran (mind) dan gerakan (movement) selama pembayangan mental, datang dari Jacobson (1930). Dia mengamati bahwa ketika atlet membayangkan gerakan secara mental, aktivitas elektris yang lemah dalam EMG terjadi dalam perototan yang terlibat, meskipun aktivitasnya jauh lebih kecil dalam ukurannya daripada yang diperlukan ketika harus menghasilkan aksi sebenarnya. Jadi, Jacobson menyarankan bahwa, ketika atlet membayangkan dirinya bergerak, sebuah rencana aksi disalurkan oleh sistem syaraf pusat ke arah otot, memberikan

sebuah bentuk ―latihan tanpa hadirnya gerakan tubuh sebenarnya. Penjelasan yang lebih mutakhir tentang manfaat pembayangan diusulkan oleh MacKay (1981). Menurut MacKay, unit-unit otot ―dipancing untuk beraksi selama pembayangan mental, dan batas-batas manfaat dari pemancingan penampilan fisik berikutnya tersebut bergantung pada jumlah latihan fisik yang sudah dilakukan pada keterampilan yang dipelajari. Pandangan ini menerima dukungan yang kuat dari studi dalam wilayah psikologi olahraga, yang menunjukkan bahwa atlet tingkat tinggi memperoleh manfaat yang lebih besar dari latihan mental daripada atlet yang pemula (Vealey & Breenleaf, 1998). Barangkali, pembayangan mental terhadap komponen otot dan proprioceptive tugas yang dipelajari terjadi lebih efektif ketika pelakunya lebih familiar dengan komponen-komponen tersebut. Menurut pandangan MacKay, pemancingan terhadap unit-unit otot selama pembayangan mental akan menjadi lebih efektif ketika atlet menjadi lebih mengenal properti fisikal dari tugas yang dipelajari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar