Pada dewasa ini,
tuntutan zaman sangatlah tinggi, orang-orang yang tidak mempunyai keahlian akan
susah sekali untuk mendapatkan pekerjaan. Badan Pusat Statistik
(BPS) menyatakan tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Februari 2012
mencapai 6,32% atau 7,61 juta orang (detik.com). itu merupakan bukan angka yang
sedikit kalau dikaitkan dengan jumlah orang. Salah satu cara supaya mendapatkan
pekerjaan atau hidup layak adalah dengan cara menempuh pendidikan yang
setinggi-tingginya, anggapan itulah yang berkembanga di masyarakat Indonesia,
yakni menempuh pendidikan hanya untuk mendapatkan pekerjaan, padahal manfaat
pendidikan itu bukan hanya sekedar mendapatkan pekerjaan tetapi sngatlah luas,
hampir mencakup semua aspek kehidupan.
Pada zaman
sekarang, orang-orang berbondong-bondong untuk mendapatkan pendidikan, para
orang tua rela mengeluarkan uang untuk menyekolahkan anaknya, untuk masuk sekolah
yang bergengsi atau perguruan tinggi yang favorit, supaya anaknya nanti dengan
pendidikan yang baik nantinya akan mendapatkan hidup yang baik pula, itu
merupakan salah satu, bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat penting,
seperti hadits nabi, yang artinya sebagai berikut “Carilah ilmu walaupun ke
Negeri Cina”. Di dalam Al-quran juga menjelaskan bahwa orang yang beriman
dan berilmu akan diangkat beberapa derajat, salah satu contohnya adalah Bpk.
Bachrudin Jusuf Habibie, beliau merupakan manusia yang sangat cerdas, yang
mampu membuat pesawat terbang. Beliau juga pernah menjabat sebagai presiden
Republik Indonesia yang ke-3. Itulah bukti bahwa orang yang berilmu akan
diangkat derajatnya oleh Allah SWT.
Pendidikan idealnya
mengandung beberapa kegiatan yang meliputi pengajaran, bimbingan, dan pelatihan.
yang ketiga itu harus berjalan dengan benar, yang nantinya akan melahirkan
manusia yang seutuhnya, yang cerdas dan bermoral, dan mampu bertahan hidup
dengan layak, serta mampu beradaptasi dengan lingkungan dan perubahan zaman
yang berlangsung terus menerus. Tetapi kebanyakan guru-guru atau lembaga
pendidikan di Indonesia dominannya hanya menjalankan satu kegiatan saja yakni
pengajaran, kegiatan bimbingan dan pelatihan sangat kurang sekali diterapkan di
lembaga-lembaga pendidikan. Sehingga para siswanya nanti hanya akan pintar saja
tetapi tidak dibekali bimbingan dan pelatihan untuk hidupnya yang akan
bermanfaat bagi kehidupannya setelah terjun di masyarakat.
Pendidikan yang
baik merupakan pendidikan yang nantinya produk dari proses pendidikan tersebut
mampu merubah sikap atau perilaku yang tidak baik menjadi baik, yang baik
menjadi lebih baik, dan seterusnya, bukan hanya semata-mata mencari nilai dalam
bentuk angka, atau menjadi manusia pintar, tanpa memperhatikan perilakunya,
tetapi yang paling utama adalah nilai moral yang nantinya akan menjadi manusia
yang berahlak mulia, sehingga tujuan pendidikan untuk menjadikan manusia yang
seutuhnya, dapat tercapai.
Kesalahan
pendidikan sekarang adalah orang-orang lebih mengutamakan nilai yang bersifat
kuantitatif saja, daripada nilai yang bersifat kualitatif yang merupakan nilai moral yang sangat
bermanfaat bagi kehidupannya. Orang-orang untuk mendapatkan nilai raport atau
IPK yang baik, mereka rela melakukan banyak cara, salah satunya dengan
mencotek, curang dalam ujian, dan lain sebagainya yang merupakan bukan akhlak
mulia, itulah ciri-ciri orang yang lebih mengutamakan nilai dalam bentuk angka,
bukan mengutamakan nilai moral yang
baik, sehingga para pemimpin atau pejabat-pejabat di Indonesia, karena
kepintarannya tanpa dibarengai nilai moral yang baik, banyak yang tidak
menjalankan amanahnya, contohnya adalah tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme. Mereka setelah
diberi amanah, mereka lebih mengutamakan kepentingan pribadi dibandingkan
kepentingan umum. Itulah ciri betapa rendahnya nilai moral di bangsa kita.
Padahal dengan ilmu yang biasa saja tetapi nilai moralnya baik, insyaallah
bangsa ini akan makmur, apalagi dengan ilmu yang baik dan nilai moral yang
tinggi, tidak diragukan lagi akan tercipta suatu bangsa yang madani.
Permasalahan di
atas sebetulnya dapat diatasa secara bersama-sama, karena kalau diselediki
letak kesalahannya secara ojektif, maka yang salah adalah semua
komponen-komponen pendidikan. Seperti guru, murid, sekolah, kurikulum, dan
sistem pendidikan nasional. Pemecahan masalahnya adalah pada komponen-komponen
pendidikan yang baiknya adalah sebagai berikut:
- Guru hendaknya mendidik dengan baik dengan mengajarkan ilmu dan nilai moral secara seimbang, sehingga apabila kedua ini berjalan secara berdampingan, maka akan tercipta manusia yang seutuhnya.
- Murid seharusnya patuh terhadap guru, apa-apa yang diajarkan/disuruh oleh guru selama itu baik dan benar, maka terimalah dan laksanakanlah karena itu merupakan sesuatu yang sangat bermanfaat bagi kehidupannya.
- Sekolah hendaknya tidak menekan bagi guru dan siswa supaya murid-muridnya pintar dapat diterima di perguruan tinggi yang favorit, atau dapat diterima di perusahaan-perusahaan yang bagus. Itu semua salah, sehingga nantinya demi tujuan itu para guru dan siswanya, demi tujuan itu mereka rela melakukan apapun supaya tercapai tujuan sekolahnya. Sehingga apabila caranya salah/negatif, maka akan merusak moral siswa, padahal nilai moral merupakan tujuan utama dari proses pendidikan yakni memanusiakan manusia dengan berakhlak mulia.
- Kurikulum di lembaga-lembaga pendidikan Indonesia sangat kurang sekali pendidikan nilai moralnya, baik di jenjang SD, SMP, SMA bahkan di Perguruan Tinggi. Mata pelajaran/mata kuliah pendidikan nilai moral hanya sedikit contohnya di SMA pelajarai Pendidikan Agama hanya 2 jam pelajaran dan atau di Perguruan Tinggi mata kuliah Pendidikan Agama hanya 2 sks. Sebaiknya kurikulum pendidikan moral ditambah baik pelajaran/matakuliahnya ataupun jam pelajaran/sks-nya.
- Sistem Pendidikan Nasional hendaknya tidak membuat kebijakan UN yang merupakan syarat lulusnya bagi siswa. Faktor ini merupakan faktor utama dalam merusak nilai moral siswa, guru, sekolah, dan komponen pendidikan lainnya. Para siswa ditekan oleh orang tua supaya lulus sekolahnya, para guru ditekan oleh kepala sekolah supaya siswanya harus lulus, dan sekolah ditekan oleh nama baik sekolahnya. Kalau dilihat secara seksama para pelaku pendidikan mengalami tekanan oleh kebijakan ini, sehingga hampir semua pelaku-pelaku pendidikan menurut fakta-fakta yang sudah terbukti, mereka melakukan kecurangan dalam melaksanakan kebijakan ini. Semua pelaku pendidikan tidak berkutik dalam menghadapi kebijakan ini, mereka demi meluluskan siswanya mereka melakukan perbuatan kotor. Sehingga ruksak sudah nilai moral para pelaku pendidikan. Pemerintah seharusnya tidak melakukan kebijakan UN yang merupakan sebagai penentu kelulusan siswa, tetapi UN sebagai perbandingan nilai antara siswa-siswa bukan sebagai penentu kelulusan.
Itulah sedikitnya
faktor-faktor yang menyebabkan kurangnya nilai moral dan pemecahannya. dengan
melaksanakan tugas sesuai posisinya insyaallah pendidikan Indonesia akan
berjalan dengan baik, yang nantinya akan tercipta suatu bangsa yang aman,
makmur, tentram dan tangguh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar