Kamis, 18 Oktober 2012

Kurangnya Pendidikan Nilai Moral Bangsa Indonesia

Pada dewasa ini, tuntutan zaman sangatlah tinggi, orang-orang yang tidak mempunyai keahlian akan susah sekali untuk mendapatkan pekerjaan. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Februari 2012 mencapai 6,32% atau 7,61 juta orang (detik.com). itu merupakan bukan angka yang sedikit kalau dikaitkan dengan jumlah orang. Salah satu cara supaya mendapatkan pekerjaan atau hidup layak adalah dengan cara menempuh pendidikan yang setinggi-tingginya, anggapan itulah yang berkembanga di masyarakat Indonesia, yakni menempuh pendidikan hanya untuk mendapatkan pekerjaan, padahal manfaat pendidikan itu bukan hanya sekedar mendapatkan pekerjaan tetapi sngatlah luas, hampir mencakup semua aspek kehidupan.

Pada zaman sekarang, orang-orang berbondong-bondong untuk mendapatkan pendidikan, para orang tua rela mengeluarkan uang untuk menyekolahkan anaknya, untuk masuk sekolah yang bergengsi atau perguruan tinggi yang favorit, supaya anaknya nanti dengan pendidikan yang baik nantinya akan mendapatkan hidup yang baik pula, itu merupakan salah satu, bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat penting, seperti hadits nabi, yang artinya sebagai berikut “Carilah ilmu walaupun ke Negeri Cina”. Di dalam Al-quran juga menjelaskan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan diangkat beberapa derajat, salah satu contohnya adalah Bpk. Bachrudin Jusuf Habibie, beliau merupakan manusia yang sangat cerdas, yang mampu membuat pesawat terbang. Beliau juga pernah menjabat sebagai presiden Republik Indonesia yang ke-3. Itulah bukti bahwa orang yang berilmu akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT.

Pendidikan idealnya mengandung beberapa kegiatan yang meliputi pengajaran, bimbingan, dan pelatihan. yang ketiga itu harus berjalan dengan benar, yang nantinya akan melahirkan manusia yang seutuhnya, yang cerdas dan bermoral, dan mampu bertahan hidup dengan layak, serta mampu beradaptasi dengan lingkungan dan perubahan zaman yang berlangsung terus menerus. Tetapi kebanyakan guru-guru atau lembaga pendidikan di Indonesia dominannya hanya menjalankan satu kegiatan saja yakni pengajaran, kegiatan bimbingan dan pelatihan sangat kurang sekali diterapkan di lembaga-lembaga pendidikan. Sehingga para siswanya nanti hanya akan pintar saja tetapi tidak dibekali bimbingan dan pelatihan untuk hidupnya yang akan bermanfaat bagi kehidupannya setelah terjun di masyarakat.

Pendidikan yang baik merupakan pendidikan yang nantinya produk dari proses pendidikan tersebut mampu merubah sikap atau perilaku yang tidak baik menjadi baik, yang baik menjadi lebih baik, dan seterusnya, bukan hanya semata-mata mencari nilai dalam bentuk angka, atau menjadi manusia pintar, tanpa memperhatikan perilakunya, tetapi yang paling utama adalah nilai moral yang nantinya akan menjadi manusia yang berahlak mulia, sehingga tujuan pendidikan untuk menjadikan manusia yang seutuhnya, dapat tercapai. 

Kesalahan pendidikan sekarang adalah orang-orang lebih mengutamakan nilai yang bersifat kuantitatif saja, daripada nilai yang bersifat kualitatif  yang merupakan nilai moral yang sangat bermanfaat bagi kehidupannya. Orang-orang untuk mendapatkan nilai raport atau IPK yang baik, mereka rela melakukan banyak cara, salah satunya dengan mencotek, curang dalam ujian, dan lain sebagainya yang merupakan bukan akhlak mulia, itulah ciri-ciri orang yang lebih mengutamakan nilai dalam bentuk angka, bukan mengutamakan  nilai moral yang baik, sehingga para pemimpin atau pejabat-pejabat di Indonesia, karena kepintarannya tanpa dibarengai nilai moral yang baik, banyak yang tidak menjalankan amanahnya, contohnya adalah tindakan  korupsi, kolusi dan nepotisme. Mereka setelah diberi amanah, mereka lebih mengutamakan kepentingan pribadi dibandingkan kepentingan umum. Itulah ciri betapa rendahnya nilai moral di bangsa kita. Padahal dengan ilmu yang biasa saja tetapi nilai moralnya baik, insyaallah bangsa ini akan makmur, apalagi dengan ilmu yang baik dan nilai moral yang tinggi, tidak diragukan lagi akan tercipta suatu bangsa yang madani.

Permasalahan di atas sebetulnya dapat diatasa secara bersama-sama, karena kalau diselediki letak kesalahannya secara ojektif, maka yang salah adalah semua komponen-komponen pendidikan. Seperti guru, murid, sekolah, kurikulum, dan sistem pendidikan nasional. Pemecahan masalahnya adalah pada komponen-komponen pendidikan yang baiknya adalah sebagai berikut:

  • Guru hendaknya mendidik dengan baik dengan mengajarkan ilmu dan nilai moral secara seimbang, sehingga apabila kedua ini berjalan secara berdampingan, maka akan tercipta manusia yang seutuhnya.
  • Murid seharusnya patuh terhadap guru, apa-apa yang diajarkan/disuruh oleh guru selama itu baik dan benar, maka terimalah dan laksanakanlah karena itu merupakan sesuatu yang sangat bermanfaat bagi kehidupannya.
  • Sekolah hendaknya tidak menekan bagi guru dan siswa supaya murid-muridnya pintar dapat diterima di perguruan tinggi yang favorit, atau dapat diterima di perusahaan-perusahaan yang bagus. Itu semua salah, sehingga nantinya demi tujuan itu para guru dan siswanya, demi tujuan  itu mereka rela melakukan apapun supaya tercapai tujuan sekolahnya. Sehingga apabila caranya salah/negatif, maka akan merusak moral siswa, padahal nilai moral merupakan tujuan utama dari proses pendidikan yakni memanusiakan manusia dengan berakhlak mulia.
  • Kurikulum di lembaga-lembaga pendidikan Indonesia sangat kurang sekali pendidikan nilai moralnya, baik di jenjang SD, SMP, SMA bahkan di Perguruan Tinggi. Mata pelajaran/mata kuliah pendidikan nilai moral hanya sedikit contohnya di SMA pelajarai Pendidikan Agama hanya 2 jam pelajaran dan atau di Perguruan Tinggi mata kuliah Pendidikan Agama hanya 2 sks. Sebaiknya kurikulum pendidikan moral ditambah baik pelajaran/matakuliahnya ataupun jam pelajaran/sks-nya.
  • Sistem Pendidikan Nasional hendaknya tidak membuat kebijakan UN yang merupakan syarat lulusnya bagi siswa. Faktor ini merupakan faktor utama dalam merusak nilai moral siswa, guru, sekolah, dan komponen pendidikan lainnya. Para siswa ditekan oleh orang tua supaya lulus sekolahnya, para guru ditekan oleh kepala sekolah supaya siswanya harus lulus, dan sekolah ditekan oleh nama baik sekolahnya. Kalau dilihat secara seksama para pelaku pendidikan mengalami tekanan oleh kebijakan ini, sehingga hampir semua pelaku-pelaku pendidikan menurut fakta-fakta yang sudah terbukti, mereka melakukan kecurangan dalam melaksanakan kebijakan ini. Semua pelaku pendidikan tidak berkutik dalam menghadapi kebijakan ini, mereka demi meluluskan siswanya mereka melakukan perbuatan kotor. Sehingga ruksak sudah nilai moral para pelaku pendidikan. Pemerintah seharusnya tidak melakukan kebijakan UN yang merupakan sebagai penentu kelulusan siswa, tetapi UN sebagai perbandingan nilai antara siswa-siswa bukan sebagai penentu kelulusan.
Itulah sedikitnya faktor-faktor yang menyebabkan kurangnya nilai moral dan pemecahannya. dengan melaksanakan tugas sesuai posisinya insyaallah pendidikan Indonesia akan berjalan dengan baik, yang nantinya akan tercipta suatu bangsa yang aman, makmur, tentram dan tangguh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar